Friday, June 30, 2006

Resensi Buku - The Metrosexual Guide To Style

Judul : The Metrosexual Guide To Style
Penulis : Michael Flocker
Penerbit : B-first
Tebal : xix + 249 halaman

Berpikir Optimistis & Realistis ala Pria Metroseksual


Di masa 10 tahun lalu banyak orang yang menganggap aneh kalau ada pria pergi ke salon untuk perawatan wajah dan memanjakan tubuh. Demikian pula jika ada pria berdandan dinilai tidak wajar.

Kini, hampir tak ada batas lagi antara pria 'sejati' dan gay. Bahkan ada pria yang tidak kalah dibandingkan wanita dalam hal perawatan tubuh dan ikut tren mode. Inilah yang dijuluki pria metroseksual. Pria seperti ini mendekonstruksi tatanan pemahaman umum bahwa yang punya hak merawat tubuh dan mengikuti perubahan mode hanya wanita.

Istilah metroseksual ini pertama kali diperkenalkan pada 15 November 1994 oleh Mark Simpson dalam sebuah artikel di koran Inggris, The Independent. Pria-pria ini berani merusak kode maskulin dan merengkuh sisi femininnya.

Uang dan waktu banyak digunakan untuk penampilan dan belanja. Artis-artis top dunia pun telah mengampanyekan gaya hidup ini. Bahkan bintang sepak bola, David Beckham dianggap sebagai salah satu ikon metroseksual.

Dahulu hanya segilintir pria yang bergaya metroseksual. Tapi, efek media massa membawa pria yang berada di kehidupan metropolitan di penjuru dunia, mulai terayu dengan gaya hidup ini.

Kehidupan metropolitan telah menuntut para pria untuk mengikuti tata cara metropilis universal seperti etika di acara formal, table manners, dan tentu saja tentang gaya hidup dan mode.

Buku ini juga membeberkan sisi lain pria metroseksual yang tidak hanya menghamburkan uang untuk ke salon, pergi ke tempat senam, atau belanja. Dalam pandangan Michael Flocker, pria metroseksual berarti juga seorang pria yang tidak ketinggalan dalam selera musik, film, bercitarasa seni, mengikuti perkembangan buku-buku, dan lainnya.

Flocker mengelaborasi gaya hidup metroseksual dengan memberikan tuntunan yang cukup rinci. Dalam hal mode, misalnya, dia menguraikan bagaimana berpenampilan sempurna. Dia juga mengupas bagaimana melakukan perawatan kulit, menata rambut, termasuk hal-hal yang direkomendasikan dan hal-hal yang tabu agar bisa tampil menarik.

Beda Perspektif

Pada awalnya, sebutan metroseksual hanya berkonotasi pada penampilan. Namun, menurut Flocker, metroseksual terlalu sempit jika dimaknai sekedar gaya hidup. Ada perspektif yang sama sekali berbeda. Menurut dia, pria metroseksual adalah pria yang selalu memandang hidup dengan optimistis dan realistis.

Pria metroseksual memahami bahwa dalam hidup selalu ada beberapa pilihan, sehingga selalu mencari yang terbaik. Flocker mengelaborasi kekuatan sisi positif, percaya pada diri sendiri, dan pikiran terbuka. Menurutnya, pria metroseksual mengerti bahwa dia sendiri yang bertanggungjawab pada hidupnya sendiri. Apapun perbuatan dan segala pilihannya akan memengaruhi hasil yang didapat.

Perspekstif pria optimistis ini seharusnya selalu dilekatkan dalam setiap pemaknaan metroseksual, sehingga metroseksual tidak sekadar dimaknai sebagai kultur konsumerisme yang cenderung berkonotasi negatif.

Sesuai dengan judulnya, buku ini benar-benar berusaha untuk memberikan tuntunan bagi pria metroseksual. Bagi mereka yang masih gagap menjadi pria metroseksual, buku ini tidak boleh dilewatkan. Dengan bahasa yang ringan dan penuh tips praktis, Flocker menyajikan buku ini enak dibaca.

Sayangnya, karena hanya 249 halaman, untuk pokok bahasan tertentu buku ini tidak menyajikannya secara komprehensif. Dalam hal etika dan berbusana, misalnya, akan lebih mendalam jika membaca buku Etiket karya Mien R. Uno (2005) atau Busana Pria Eksekutif karangan Ratih Peoradisastra (2002).

Selain itu, buku ini juga terasa terlalu bernuansa barat di mana ada beberapa hal yang kurang pas untuk masyarakat Indonesia. Namun, yang terpenting sebenarnya berpikir ala pria metroseksual yakni optimistis sekaligus realistis.

No comments: